Nama Warsito banyak diperbincangkan beberapa bulan belakangan. Pasalnya, usaha rumah makan tersebut menawarkan investasi yang tak pernah jelas kelanjutannya dan selalu melenceng dari perjanjian yang berlaku.
Andi (nama samaran) hanya bisa melenguh pasrah saat membuka Short Message Service (SMS) di ponselnya. Sudah satu tahun lebih uangnya tidak dikembalikan. Dari Rp15.000.000 modal yang ia tanamkan pada Mei 2019 silam, baru Rp4.000.000 bagi hasil yang ia terima. Setiap Andi menagih sisa bagi hasil yang belum lunas, sang pemilik usaha selalu menghindar dan memberi alasan tak berujung.
Pada perjanjian yang telah kedua belah pihak tanda tangani, Andi seharusnya telah mendapat bagi hasil setotal Rp20.000.000 dengan angsuran Rp2.500.000 selama delapan bulan. Namun seperti SMS yang Andi dapat pada Rabu (9/9), pihak Warsito lagi-lagi memberi janji palsu terkait pelunasan hutang-hutangnya. “Bilangnya hendak operasi kaki dan belum ada uang, selalu seperti itu,” ungkap Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, Sabtu (17/10).
Investasi memang mulai populer di berbagai lapisan masyarakat. Menawarkan keuntungan berlipat ganda, investasi menjadi langkah penanaman modal yang cukup menjanjikan. Seiringan dengan itu, bermunculan pula praktik investasi di lingkup pendidikan tinggi, termasuk UIN Jakarta. Akan tetapi, malah tuduhan investasi “bodong” yang marak menjadi perbincangan saat ini.
Tuduhan tersebut jatuh kepada Warsito, salah satu rumah makan yang mungkin tak asing di telinga Mahasiswa UIN Jakarta. Cukup dekat dengan Kampus I, Warsito yang berada di Jalan Ibnu Rusdi II Nomor IV itu juga menjadi pilihan mahasiswa karena harganya yang terjangkau. Siapa sangka, nama Warsito sekarang tak sebaik hidangannya.
Ayam Warsito merupakan salah satu menu favorit di sana. Setiap harinya, warung ini memang ramai pembeli. Itulah daya pikat yang Warsito tawarkan untuk menarik orang-orang yang mungkin ingin berinvestasi kecil-kecilan. Boro-boro mendapat untung, uang yang masuk tak pernah utuh kembali kepada si investor. Kasusnya mulai ramai ketika ada Mahasiswa UIN Jakarta yang turut menjadi korban dan menyuarakan investasi “bodong” Warsito.
Sebut saja Budi (nama samaran)—ia menyatakan, penipuan investasi itu benar adanya. Kronologi terjadi pada akhir Juni, Budi bersama rekannya mendapat penawaran terkait investasi dan bagi hasil dari pihak Warsito. Berdalih lebih, Warsito mengatakan bahwa akan ada proyek katering dari perusahaan perbankan di daerah Jakarta. “Saya percaya karena Warsito ini rumah makan “legend”, terkenal di lingkungan kampus, harganya murah, dan rasanya pun lumayan,” jelas Budi, Sabtu (19/9).
Budi dan rekannya pun menyerahkan uang senilai Rp14.000.000 dengan kesepakatan bagi hasil Rp2.500.000 per bulan. Minggu (5/7), kedua belah pihak kemudian menyetujui nota kesepahaman bermaterai, lengkap dengan dokumentasi video dan audio. “Ada juga surat kontrak kerjanya dengan bank terkait,” imbuh Budi, Selasa (22/9).
Awalnya, angsuran bagi hasil berjalan lancar pada bulan Agusus. Namun, ia mulai curiga ketika bagi hasil selanjutnya mulai sulit diminta dengan berbagai alasan. Makin merasa janggal, praduga Budi pun makin didukung oleh informasi temannya yang pernah menjadi korban investasi “bodong” Warsito. Sama seperti kasus Andi, pihak Warsito hanya terus-menerus menjanjikan pelunasan bagi hasil.
Sampai saat ini, pihak Warsito masih belum memberikan keterangan terkait praktik investasinya. Berdasarkan pengamatan Institut, Warsito juga kerap kali terlihat buka tutup warung. Terpantau pada akun Google My Business milik Warsito, ada pula beberapa orang yang mengecam penipuan investasi ini. Pengguna dengan nama Alea Sesilia menulis, “Bilangnya mau dikasih untung tiap minggu, sial banget gueditipu.” Pada ulasan tersebut, Warsito hanya melayangkan kata-kata kasar dan berkata bahwa hal itu tidak benar.
Tak hanya itu, pengguna dengan nama Alan Tio pun menyebutkan bahwa pihak Warsito seringkali menawarkan investasi dengan mengatasnamakan perusahaan perbankan dan lembaga filantropi. Setiap dimintai detail penggunaan dari modal yang diinvestasikan, pihak Warsito selalu menjawab gelagapan. Maka dari itu, Budi berharap dapat mengusut kasus tersebut dengan bantuan pihak kampus. “Sebelum ada korban lain. Karena, ini juga sudah masuk pencemaran nama baik perusahaan yang dibawa pihak Warsito,” pungkasnya.
Menaggapi kasus tersebut, Kepala Pusat Layanan Humas dan Bantuan Hukum (PLHBH) UIN Jakarta Afwan Faizin mengatakan, pihaknya dapat membantu penyelesaian kasus hukum seperti halnya penipuan investasi. Sesuai dengan tugas dan fungsi dari PLHBH, mereka memberikan layanan serta informasi publik dan bantuan hukum bagi civitas academica UIN Jakarta maupun masyarakat umum. “Silakan konsultasi dengan membawa barang bukti penipuan,” terang Afwan, Jumat (25/9).
Keberadaan badan hukum yang menaungi suatu invetasi harus jelas adanya. Selain itu, jangan tergiur nominal bagi hasil yang besar jika hendak berinvestasi. Seperti yang Afwan katakan, investasi tak ada yang pasti untung, apalagi dengan janji yang muluk-muluk. Afwan berharap, mahasiswa dapat lebih berhati-hati dalam praktik investasi.
Fitha Ayun Lutvia Nitha
Average Rating