PSM Ukir Prestasi di Kancah Internasional

Read Time:2 Minute, 21 Second
PSM UIN Jakarta saat tampil di ajang kompetisi 3rd Vietnam International Choir Competition di Hoi An, Vietnam.

UIN Jakarta, INSTITUT, Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta berhasil meraih emas dan grand prize untuk outstanding performance dalam 3rd Vietnam International Choir Competition (VICC) yang diselenggarakan oleh interkultur di Hoi An, Vietnam pada 19-23 Juni lalu. Kompetisi paduan suara ini diikuti oleh 16 tim dari 7 negara berbeda, yaitu Australia, Cina, Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Vietnam.

PSM UIN mengikuti satu kategori dari lima kategori perlombaan, yaitu folklore (lagu daerah). Dalam kompetisi tersebut, mereka menyanyikan tiga lagu daerah, yaitu Tari Pasambahan dari Sumatera Barat, Angin Mamiri dari Sulawesi, dan Anoman Obong dari Jawa Tengah. Tidak hanya menyanyi, PSM UIN juga memadukan suara dengan aksi teatrikal dalam lagu daerah Anoman Obong.

Sementara itu, Pimpinan Produksi (Pimpro) PSM, Dhimas Aryadi mengatakan selama 21 tahun berdiri, ini pertama kalinya PSM UIN meraih emas. Menurutnya, dalam kompetisi paduan suara di Thailand, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan lainnya PSM UIN hanya meraih perak.

Dhimas pun menjelaskan, untuk mengikuti ajang kompetisi internasional ini, mereka harus mengumpulkan dana sekitar Rp 200 juta untuk membiayai segala keperluan lomba, termasuk penyanyi, pemusik, dan conductor yang jumlahnya 36 orang. Menurutnya, masalah dana merupakan kendala terbesar.

Muhammad Alwi Lubis—Ketua PSM UIN—pun bercerita, sejak Januari lalu, mereka sudah mulai mencari dana dengan berjualan makanan, kaset Compact Disc (CD), pakaian bekas, menjadi pengamen, mengajukan proposal ke berbagai perusahaan, mengikuti berbagai kuis di televisi, dan menyelenggarakan UIN Arts Festival. “Niatnya di UIN Arts Festival itu kami mau mencari dana, tapi malah nggak dapat dana sama sekali, yang ada PSM nombokin,” ungkap pria yang akrab disapa Sando ini, Senin (1/7).

Sando pun mengatakan, PSM sempat ingin membatalkan keikutsertaan mereka dalam perlombaan tersebut. Satu bulan sebelum perlombaan, mereka masih kekurangan dana lebih dari Rp 100 juta. Menurutnya, dalam waktu satu bulan akan sulit untuk mendapatkan dana sebesar itu. “Tapi, di minggu terakhir, alhamdulillah rezeki datang, banyak pihak yang telah membantu kami, seperti rektor UIN Jakarta, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan pihak lainnya. Kalau ada niat, jalan itu pasti ada,” jelasnya, Senin (1/7).

Walaupun sibuk mencari dana, menurut Sando, latihan tetap menjadi prioritas utama mereka. Setiap tiga kali dalam seminggu, mereka latihan bernyanyi selama dua hingga tiga jam. “Latihan tetap lebih penting, karena hal yang paling dibutuhkan adalah hasil dari latihan itu. Tapi, tanpa dana kami tak mungkin bisa berangkat ke Vietnam. Manajerial dan artistik di PSM harus seimbang,” ujarnya.

Dhimas pun mengaku senang, baik secara individu maupun kelompok bisa mengukir prestasi di kancah internasional dan mengharumkan nama universitas dan Indonesia. “Alhamdulillah, kerja keras kami selama 6 bulan terbayar dengan kemenangan di Vietnam,” ujarnya. Selain itu, Dhimas mengatakan, masih banyak target yang ingin mereka penuhi, mereka berharap, tahun depan bisa mengikuti lomba interkultur kembali dan mencoba kategori lain. (Anastasia Tovita)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Alfian Tanjung: Menyikapi Kebangkitan PKI
Next post Menggali Potensi dengan Berwirausaha