Para pembicara sedang menyampaikan materi dalam seminar kenaikan BBM di Aula Student Center (SC), Jumat (5-7). |
UIN Jakarta, INSTITUT- Pemerintah telah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada 21 Juni lalu. BBM jenis premium naik menjadi Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500.
Sebagai kompensasi dari kenaikan BBM, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), BLSM ini akan diberikan kepada masyarakat selama empat bulan.
Kepala Divisi Konsultasi Energi Nusantara, Siddiq Darmawan menilai, kenaikan harga BBM tidak akan membawa pengaruh, jika gaya hidup masyarakat masih boros dan manja. “Masyarakat terbiasa manja, BBM itu harus ada. Yang paling menyedihkan pemborosan ini dibiayai oleh Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara (APBN),” ujarnya dalam acara seminar kenaikan harga BBM yang bertema Mengupas Tuntas Kenaikan Harga BBM dalam Berbagai Perspektif yang di Aula Student Center (SC), Jumat (5/7).
Ia mencontohkan, setiap keluarga paling tidak memiliki tiga kendaran, baik mobil atau motor, 1172 kendaraan terjual setiap hari, kota Jakarta masuk menjadi nomor urut sembilan dari sepuluh negara kota terpolusi di dunia.
Siddiq menjelaskan, perlu adanya edukasi untuk masyarakat, BBM bukan lagi menjadi barang murah, perlu
biaya tinggi untuk mendapatkannya. Dan sejak 2004, Indonesia bukan lagi pengekspor minyak dunia. BBM yang disubsidi, menurut Siddiq, tidak mendorong pengembangan energi alternatif dan mengerdilkan peran rakyat dalam potensi sumber daya alam Indonesia. Siddiq menilai, pembangunan infrastruktur transportasi, seperti monorel tak akan berpengaruh, jika harga kendaraan masih tetap murah.
Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Fahmi Wibowo mengatakan, jika APBN banyak digunakan untuk subsidi, artinya Indonesia mempunyai APBN yang tidak sehat. Menurutnya, progaram BLSM ini sebagai langkah adjustment (penyesuaian). Ia optimis, seiring berjalannya waktu, masyarakat akan cepat beradaptasi dengan perubahan yang ada.(Anastasia Tovita)
Average Rating