Indonesia merupakan salah satu negara berkembang setelah 68 tahun merdeka. Perkembangan perekonomian delapan tahun terakhir tinggi, tetapi kondisi ekonomi masyarakatnya buruk. Kondisi tersebut dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja rendah, kesejahteraan masyarakat kurang, dan penciptaan pertumbuhan ekonomi yang tidak melibatkan masyarakat banyak.
Read Time:2 Minute, 3 Second
Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Rokhmin Dahuri dalam Seminar Nasional Pembangunan Ekonomi Berbasis Inovasi dan Imtaq Menuju Indonesia yang Maju, Adil-Makmur, Berdaulat, dan Diridhai Allah SWT yang diadakan oleh Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah, pada Jumat (13/12).
Rokhimin mengatakan, negara Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam rantai produksi global ketimbang menjadi konsumen. Itu karena Indonesia memiliki banyak potensi dan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah.
Perkembangan perekonomian Indonesia saat ini sebesar 6% jika dihitung dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Tetapi selama ini pertumbuhan perekonomian Indonesia sebagian besar hanya pada sektor finansial dan riil tradable, seperti perbankan, perhotelan, komunikasi dan transportasi. “Banyak sektor riil non-tradable yang tidak diolah padahal banyak keuntungan yang dapat diambil dari sektor tersebut,” ujarnya.
Ia mengatakan, sektor riil non-tradable mengacu pada bidang SDA. Dari semua sumber daya yang ada, bidang kelautan masih sangat sedikit peranannya dalam pertumbuhan makro ekonomi. Padahal tiga per empat wilayah Indonesia merupakan lautan. Lokasi pesisir, hutan bakau, pulau-pulau kecil dapat dijadikan sektor unggulan.
Pertumbuhan ekonomi di bidang finansial dan riil tradable sebagian besar dipegang oleh negara asing dengan sistem kapitalis dan komunis. Konsep riba yang berlaku dalam sistem tersebut tentu bertentangan dengan sistem ekonomi syariah. “Indonesia harus mengganti sistem ekonomi. Gunakan saja sistem ekonomi pancasila atau ekonomi syariah yang jelas sudah ada perintahnya dalam Al-Quran,” katanya.
Selain sistem yang diganti, pertumbuhan ekonomi juga dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk berinovasi dalam bidang kewirausahaan. Ia menambahkan, rasio entrepreuner negara maju sekitar 5% dari jumlah penduduk. Saat ini, rasio Indonesia masih 1,6%.
Senada dengan pembicara lainnya dalam seminar, Witjaksono, mengatakan, usahawan muda merupakan salah satu solusi ekonomi Islam. Usaha untuk mengelola potensi dan SDA itu diperlukan inovasi dan kesadaran masyarakat Indonesia sendiri.
Ia memiliki program cuma-cuma guna melahirkan 1000 TeensPreneur yang berakhlak, berbudaya dan suka berbagi. Program itu dilaksanakan pada November 2013 dan diperuntukkan kaum pelajar yang ingin mempelajari kewirausahaan.
Lanjutnya, dirinya merasa remaja Indonesia memerlukan program inspiratif, motivatif dan aplikatif untuk mencetak pengusaha muda. “Dalam menjalankan usaha, ada pahala didalamnya. Menjalankan usaha di usia muda merupakan ladang pahala yang sangat besar,” ujar inspirator dalam bidang kewirausahawan muda. (Maulia Nurul H.)
Average Rating