Pengajar Muda Jamah Pendidikan di Pelosok Indonesia

Read Time:3 Minute, 23 Second



Judul Buku       : Mengabdi di Negeri Pelangi
Nama Penulis  : Pengajar Muda Indonesia Mengajar (Agus Rachmanto, Atika Asterina,
  Saraswati, Ayu Kartika Dewi, Bayu Adi Persada, Diah Setiawaty, Fatia Qanitat,
  M. Rangga Setyahadi, Mutia Hapsari, Nanda Yunika Wulandari, Rahman Adi
  Pradana, Tika Dewi Listiarini, Wildan Mahendra Ramadhani, Yunita Fransisca
Penyunting      : Budi Suwarna
Tahun Terbit   : 2013
Kota Terbit      : Jakarta
Penerbit          : PT. Kompas Media Nusantara
Halaman         : 238
ISBN                 : 978-979-709-766-0

Satu tahun mengabdi sebagai guru sukarelawan, para Pengajar Muda menyaksikan setumpuk persoalan yang dialami warga di daerah terpencil. Mulai dari masalah kemiskinan, minimnya kesadaran akan pendidikan, parahnya infrastruktur, kurangnya fasilitas pendidikan, dan trauma pascakonflik.

Para pengajar muda yang berasal dari lulusan-lulusan berprestasi dari setiap universitas di Indonesia, memaparkan kondisi kehidupan masyarakat di desa terpencil–terutama menyangkut anak-anak Sekolah Dasar (SD)–yang mereka ajar. Salah satunya di Desa Sungai Cingam, Pulau Rupat. Di sana, anak-anak SD dan guru harus berjibaku di jalan berlumpur untuk pergi ke sekolah.

Di Desa Indong, Halmahera Selatan, keberadaan listrik dan jalan beraspal hingga kini hanya sebatas impian. Sementara di Paser, Kalimantan Timur, industri sawit yang menghasilkan banyak uang tidak memberi banyak keuntungan bagi pendidikan anak-anak SD di sana. Sebaliknya, anak-anak SD yang masih belia itu terpaksa bolos sekolah karena harus membantu orangtua mereka bekerja di kebun sawit.

Di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, perang saudara  yang sering terjadi di sana, membuat anak-anak Papaloang yang lucu dan polos menyimpan trauma konflik. Namun, ketika kita masuk ke dalam artikel yang ditulis Diah Setyawaty ini, semua permasalahan yang ada di desa terpencil itu tertutupi oleh keluguan, kepolosan, dan keceriaan anak-anak yang ada di sana.

Dalam artikel berjudul ‘Sebutir Permen untuk Bangsa’, Mahasiswi lulusan Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menulis kalimat menarik. “Karena benda-benda menyerap energi sang pemakainya baik energi positif maupun negatif, maka paket surat berisi permen dan hadiah-hadiah juga akan membawa semangat dan harapan bagi penerimanya.” Diah memberikan pesan dalam kalimatnya yang sarat akan makna.

Selain Diah, Nanda Yunika Wulandari menggambarkan kepolosan dan keluguan khas anak-anak di desa terpencil “Bengkalis”. Penggambaran itu ia tulis dengan judul ‘Arti Sebuah Peta’. Anak-anak Bengkalis yang tak pernah keluar dari kampung mereka mengira, Bengkalis lebih luas dari Indonesia. Salah seorang siswa bernama Ema bersorak kegirangan ketika guru sukarelawan yang ditugaskan di sekolah itu membawa peta Indonesia.

Ada juga beberapa artikel yang membuat kita bersikap lebih optimistis terhadap masa depan masyarakat di desa terpencil. Dalam artikel berjudul ‘Pelangi di Pulau Rupat’ karya Agus Rachmanto dan Bayu Adi Persada, misalnya. Artikel ini menceritakan bagaimana toleransi masyarakat yang berbeda agama di Pulau Rupat, Bengkalis, dan Kepulauan Riau.

Barangkali hanya di Pulau Rupat, Musabaqah Tilawatil Quran digelar di desa yang penghuninya mayoritas non-Muslim. Bahkan, penyelenggaraannya juga melibatkan banyak warga non-Muslim. Toleransi antar agama juga ditemukan di Bibinoi, Halmahera Selatan. Kampung Islam dan Kristen yang ada di sana hidup berdampingan. Bayu Adi Persada menggambarkannya dalam ‘Masih Ada “Republik” di Bibinoi.

Tulisan-tulisan dalam buku ini, hanyalah sedikit dari setumpuk pengalaman mereka selama bersentuhan dengan masyarakat terpencil. Maklum saja, mereka tidak mungkin menceritakan semua hal dalam artikel-artikel singkat di buku Mengabdi di Negeri Pelangi ini.

Buku ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, sehingga pembaca pun tak harus membacanya berulang kali untuk mencerna maksud dari tulisan. Tak hanya itu, di setiap artikel yang ada di buku ini juga disertai gambar, sehingga pembaca tak hanya disajikan kumpulan huruf saja.  

Walaupun menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, namun logika kalimat dan peletakan tanda baca yang ada pada artikel-artikel buku ini masih kurang diperhatikan oleh penulis. Selain itu, kesalahan penulisan (typo) juga masih banyak ditemukan di beberapa artikel.

Meski begitu, buku ini sangat direkomendasikan untuk para calon guru dan aktivis pendidikan  untuk dapat melongok ke dunia pendidikan di pelosok Indonesia yang seringkali luput dari pantauan pemerintah.

AS

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Cerminan Manusia Indonesia
Next post Pesan Pejuang untuk Keberanian