Kebudayaan Tangsel Perlu Perhatian Khusus

Read Time:1 Minute, 40 Second

Perkembangan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dari hari ke hari kian pesat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pendatang yang singgah dan menetap di kota tersebut. Maka dari itu, akulturasi antara pendatang dan penduduk asli pun sulit dihindari. Dengan kondisi seperti ini, budaya asli Kota Tangsel sulit ditemukan. 

Hal tersebut dikatakan oleh Perwakilan Dinas Kehutanan dan Pariwisata Tangsel, Hidayat, dalam kegiatan diskusi publik yang diselenggarkan di aula Kopertais UIN, Kamis (25/9). Menurut Hidayat, Tangsel harus punya kebudayaan baru yang benar-benar mencirikan dan menggambarkan kota Tangsel. 
“Waktu itu saya mencoba untuk mengklaim salah satu budaya Betawi yaitu Lenong sebagai kebudayaan Kota Tangerang Selatan. Namun, saat diajukan ke Mahkamah Agung usulan ditolak karena Lenong sudah lebih dulu menjadi identitas DKI Jakarta,” ujar Hidayat.
Senada dengan Hidayat, Dewan Pembina Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB), Murodi menjelaskan, Tangsel merupakan kota yang baru saja dibentuk, sehingga sulit untuk menentukan kebudayaan asli Kota Tangsel. “Mau tidak mau pasti sering berbenturan dengan kebudayaan DKI Jakarta akibat letak geografis yang berdekatan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Murodi, harus ada Undang-Undang (UU) demi terciptanya pelestarian dan pengembangan budaya Betawi di Tangsel. “Pemerintah Kota Tangerang Selatan berkewajiban membuat UU bagi pelestarian dan pengembangan kebudayaan Betawi, serta sebagai usaha dari pemerintah daerah untuk melindungi kebudayaan asli masyarakat Kota Tangerang Selatan,” paparnya.
Menanggapi hal tersebut, Ade Iriana, Kepala Bagian Hukum Tangsel menuturkan, untuk membuat UU atau Peraturan Daerah (Perda) memerlukan proses dan biaya yang tidak sedikit. “Pembuatan satu Perda dapat menghabiskan biaya sekitar satu sampai dua milyar. Perda pun harus dapat dijalankan secara konsisten oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Ade.
Diskusi publik yang bertema peraturan pemerintah Kota Tangsel mengenai masyarakat dan kebudayaan asli Kota Tangsel ini, bertujuan untuk membangun dan memajukan daya kritis mahasiswa. 
Ketua Pelaksana, Atik Afidatah mengatakan, diskusi ini sebagai acara pembuka Musyawarah Wilayah II Pengurus Wilayah FKMB Kota Tangsel. Ia berharap, adanya acara ini mendapat perhatian dari pemerintah daerah dengan adanya perlindungan bagi masyarakat asli Kota Tangerang Selatan. Sehingga, citra kebudayaan dan etnis asli kota Tangsel tetap terjaga.
JK

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Robohnya Media Massa
Next post Budaya Politik Berbau Mistik