Kiprah Sang Pemikir Rasional

Read Time:3 Minute, 31 Second

Harun Nasution datang dengan teori Islam rasional. Baginya paham modern ini membawa kemajuan bagi umat Islam.

Profesor Harun Nasution adalah tokoh intelektual muslim dan  pembaru Islam di Indonesia. Ia meyakini Islam adalah agama rasional. Menurutnya, tak ada ajaran Islam yang  bertentangan dengan akal. Gagasan tentang ajaran Islam rasional itu ia tuangkan dalam berbagai macam karya tulis.  Selain itu,  paham  rasional  juga ia ajarkan kepada mahasiswanya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) — sekarang UIN —Jakarta ketika ia pulang ke Indonesia tahun 1970-an dari McGill University, Montreal, Kanada.

Bagi pria kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara ini  wahyu dan akal adalah media untuk memperoleh pengetahuan. Penggunaan akal secara maksimal untuk mengkaji agama dan ilmu pengetahuan  terus ia kembangkan. Metode ini diyakini mampu membawa kebenaran sejati. Tak jarang ia mengkritik paham yang hanya berpijak pada wahyu, tanpa mempertimbangkan akal.  

Dalam pandangan pria kelahiran 23 september 1919 ini wacana Islam modern berfungsi untuk terwujudnya  Islam sebagai agama yang sesuai pada segala ruang dan waktu (al-Islam Shalihun li kulli zaman wa makan). Guna mewujudkan cita-citanya itu, ia mencari beasiswa. Lalu, 20 September 1962 ia mendapat beasiswa dari Institut of Islamic studies untuk belajar di Universitas McGill, Montreal, Kanada. “Di sana aku mendapatkan Islam yang luas. Aku tertarik membaca karya orientalis tetapi aku tidak dipengaruhi oleh mereka,” ucapnya. (Hal.195, buku Pengembang Islam dan Budaya Masyarakat Moderat).

Selama di McGill ia mengambil studi konsentrasi kajian tentang modernisme dalam Islam. Ketertarikan Harun terhadap modernisme dan rasionalisme disebabkan fenomena keterbelakangan umat Islam. Menurut Harun kemunduran umat Islam disebabkan paham jumud dan taklid buta yang dianut kaum muslimin di Indonesia. 

Untuk menyebarkan pemikiran modernnya,  sepulang dari universitas McGill ia memilih menjadi dosen teologi dan filsafat di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Tujuan utamanya ialah memperbaiki mutu pendidikan yang ada di IAIN Syarif Hidayatullah. “Sejak di luar negeri saya telah mendengar kondisi IAIN. Pemikiran yang dikembangkan sangat sempit,” ungkapnya. (Hal. 197. Buku Pengembang Islam dan Masyarakat Moderat).  

Tepat 1973 Harun Nasution diangkat oleh Menteri agama, Mukti Ali sebagai Rektor IAIN. Selama menjabat, ia bertekad membawa kampus yang berada di pinggir Jakarta ini untuk  mengubah pola pemikiran keagamaan sivitas akademikanya yang tergolong fatalistik saat itu. Ia mengubah metode belajar di IAIN dari fiqih oriented menjadi lebih membuka diri terhadap ilmu filsafat, tasawuf, teologi.

Tak hanya itu,  Selama menjabat  rektor, Harun  tergolong sebagai ilmuwan yang produktif menulis karya ilmiah. Setiap buku yang ia terbitkan selalu berisi tentang filsafat, tasawuf dan teologi.  Kedua bukunya yang berjudul  Islam di Tinjau dari berbagai aspek dan Pembaruan Pemikiran dalam Islam  menjadi buku rujukan  wajib di seluruh Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Tak jarang, kedua buku  tersebut mendapatkan kritikan tajam dari  tokoh intelektual Islam lainnya.

Ketika tak menjabat lagi sebagai rektor, Harun Nasution memiliki gagasan untuk membuka program pascasarjana di IAIN Jakarta. Keinginan itu muncul karena saat itu PTAI dipandang sebelah mata dan belum memiliki program pascasarjana. Setelah berusaha selama satu tahun, akhirnya pada 1982 untuk pertama kali pascasarjana di IAIN dibuka berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam  Departemen Agama RI No. KEP/E/422/81.

Sosok Lain Harun Nasution

Hidupnya jauh dari mewah. Ia hanya memiliki satu mobil dinas yang reyot. Mobil butut itu menjadi kendaraan Harun Nasution ke mana pun ia pergi, termasuk ke Istana Negara. Biasanya saat di istana mobil butut itu terpaksa terparkir menyendiri, terpisah dari mobil mewah para pejabat lain. Dengan demikian untuk mencapai istana ia terpaksa berjalan kaki lebih jauh.    

Tak hanya itu, beliau juga sosok pendidik dengan integritas tinggi. Harun Nasution tak pernah telat datang ke kelas. Saban hari pukul 07.15 WIB , mobil dinas sudah memasuki area kampus. Padahal perkuliahan dimulai pukul 08.00 WIB. Selain itu, saat menjabat direktur pascasarjana, disela-sela kesibukannya, ia  masih menyempatkan diri secara langsung untuk membimbing tesis dan disertasi mahasiswanya.

Buku Pengembang Islam dan Masyarakat Moderat ini mengungkap kiprah sosok Harun Nasution sebagai intelektual Islam. Buku ini di tulis oleh 19 orang guru besar  yang merupakan murid langsung dari Prof. Harun Nasution. Namun, dalam buku ini banyak pengulangan pembahasan dari para penulis. Hal itu membuat buku ini cukup membuat bosan para pembaca.

Zainuddin Lubis

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mengungkap Invasi Indonesia di Timor-Timur
Next post Sanksi KPI Tak Memberikan Efek Jera