Judul : Berperang Demi Tuhan; Fundamentalisme dalam Islam, Kristen, dan Yahudi
Penulis : Karen Armstrong
Penerbit : Mizan
Halaman : 684 hal
Genre : Non Fiksi/Sejarah Agama
Read Time:3 Minute, 23 Second
Dewasa ini, fundamentalisme makin marak terjadi setelah adanya aksi-aksi brutal yang mengatasnamakan agama. Seperti fenomena Islamic State Iraq and Suriah (ISIS) di Timur Tengah, Ku Klux Klan (KKK) di Amerika Serikat, dan Ashin Wirathu di Myanmar adalah sedikit dari contoh fundamentalisme di dunia.
Fundamentalisme mulanya dikenal sebagai sebuah gerakan kaum katolik Amerika awal abad 20 untuk membedakan diri dari kaum protestan yang liberal. Sejak saat itu, istilah fundamentalisme digunakan secara bebas untuk menyebut gerakan pemurnian ajaran agama secara radikal yang terjadi di berbagai agama dunia. (hal. 16)
Berperang Demi Tuhan adalah sebuah buku karya dari Karen Armstrong yang membahas fundamentalisme dalam Islam, Kristen, dan Yahudi. Fundamentalisme dalam beragama dibahas tuntas dalam buku setebal 684 halaman ini. Namun, ketiga agama samawi itu menjadi fokus pembahasan Armstrong karena masih satu rumpun.
Dalam sejarahnya ketiga agama saudara ini memiliki perseteruan. Bahkan perpecahan juga ada di dalam agama itu sendiri. Misalnya, kaum protestan dengan katolik dalam kristen, pro-kontra yahudi terkait perebutan tanah di Palestina, serta pertikaian golongan sunni dan syiah dalam Islam. Perbedaan tafsir dalam agama jadi alasan utama.
Menurut Armstrong, dahulu agama menggunakan dua elemen, yaitu mitos dan logos. Kedua elemen itu dibuat untuk menciptakan struktur sosial kehidupan masyarakat yang lengkap dan harmonis. (hal 128)
Namun sejak adanya kebangkitan ide-ide rasional, tafsir tradisional agama menjadi tersisih. Kini, mitos, takhayul, dan segala macam pesan dalam kitab suci hanya dianggap sebagai sesuatu hal yang tak bermakna. Armstrong menjelaskan kematian mitos membuat agama tak bernyawa sehingga para agamawan tenggelam dalam kehampaan ajaran agama.
Pada masa pencerahan Eropa, perkembangan ilmu pengetahuan terhambat karena ajaran Alkitab yang mengekang kebebasan berpikir dan berkarya. Masyarakat Eropa kehilangan hak untuk mengekspresikan diri karena dikekang pihak-pihak gereja. Dalam kondisi itu, liberalisme akal hadir sebagai reaksi logis dalam melawan ajaran Alkitab yang dinilai tak layak untuk terus diikuti.
Ketika liberalisme akal muncul, hadir pula kelompok fundamentalis Islam yang menolak aliran itu dengan semangat konservatisme. Mereka yang menolak modernisme menjaga kemurnian agama dan berupaya menjalani hidup menurut ajaran agama.
Berkaca dari tragedi World Trade Center (WTC), bangunan lambang keperkasaan ekonomi Amerika Serikat itu runtuh seperti rumah-rumahan kartu sebab serangan kelompok fundamentalis Islam. Serangan pesawat yang ditabrakan ke bangunan itu adalah kerja dari salah satu antek Al Qaedah. Mengatasnamakan Islam, Mohammed Ata si pengemudi pesawat ternyata seorang pecandu vodka. Ia pun menyempatkan diri untuk tidur dengan para wanita di sebuah klab di Las Vegas sebelum tragedi WTC 9 September 2001.
Armstrong menyatakan, tak mungkin seorang muslim saleh akan berperilaku seperti Ata. Malah, perbuatan fundamentalis itu melenceng jauh dari dasar-dasar hukum Islam yang merupakan agama pemberi rahmat bagi alam semesta.(hal. 11)
Reaksi dalam kehidupan bermasyarakat pun bermunculan. Sikap eksklusif menjadi pilihan umat beragama lantaran menakuti apa yang di luar dari agama mereka. Dalam pemaparan Armstrong, reaksi itu hanyalah buah dari ketidaktahuan. Ketakutan terhadap globalisasi yang bisa menggerus nilai agama, atau ketakutan dijauhkan dari keyakinan yang dianut.
Maka dari itu, fundamentalis akan semakin radikal jika dilawan secara frontal. Mereka pun bisa mempersiapkan banyak strategi, sikap, dan prinsip-prinsip baru yang bisa menzalimi masyarakat dunia. (hal. 453)
Sejatinya, gerakan fundamentalisme adalah sebuah reaksi dari adanya sekularisme dan modernitas yang perlahan-lahan meninggalkan nilai ajaran agama. Fundamentalisme dengan sendirinya menjadi sebuah gerakan untuk mendobrak modernitas yang kian meninggalkan nilai-nilai dasar agama. (hal. 560)
Buku Berperang Demi Tuhan penting dibaca untuk mengerti kebangkitan kelompok-kelompok militan keagamaan akhir-akhir ini. Dengan bahasa yang lugas, mudah dipahami dan banyaknya referensi Armstrong membawa kita mendalami sejarah agama. Mengurai benang kusut yang menjadi konflik berkepanjangan di Timur Tengah, hingga kebencian rasial berbasis agama di Amerika.
Buku terjemahan ini menarik untuk dibaca dan dicermati, terutama bagi para pecinta dan penikmat sejarah keagamaan. Buku ini layak menjadi referensi pembaca yang ingin tahu sejarah fundamentalisme dalam tiga agama samawi.
AM
Average Rating