Tapak Tilas Korupsi Indonesia

Read Time:2 Minute, 44 Second

Judul: Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia
Penulis: Peter Carey dan Suhardiyoto Haryadi
Cetakan Pertama: Desember 2016
Penerbit: Komunitas Bambu
Tebal: 208 Halaman
ISBN: 979-979-9542-32-4

Fenomena korupsi menjadi catatan hitam dalam sejarah Indonesia. Sebuah pekerjaan besar bagi bangsa Indonesia untuk memberantasnya.

Dua ratus tahun lalu sebelum Perang Jawa dimulai, tepatnya tahun 1825 hingga 1830, Pangeran Diponegoro di depan para kerabat Keraton Yogyakarta menampar Danurejo IV dengan selopnya. Sebab, Danurejo IV menyewakan lahan milik keraton pada bangsa Eropa. Keuntungan yang didapat Danurejo IV untuk memperkaya diri sendiri.

Danurejo IV merupakan Patih Yogyakarta dengan masa jabat 1813 hingga 1847. Selama menjabat sebagai patih, Danurejo banyak melakukan kegiatan korup. Melalui pengadilan, Danurejo IV berwenang membebaskan terdakwa apabila mereka  memberikan sejumlah uang atau perempuan kepadanya. Istilah “wani piro” sendiri berasal dari perkara korupsi sudah dikenal sejak 200 tahun silam.

Bupati Karanganyar (1832-1864) Raden Adipati Joyodiningrat menuliskan naskah pertama tentang korupsi di Jawa. Dalam tulisannya, Joyodiningrat menceritakan kasus korup yang dilakukan Danurejo IV dalam sebuah persidangan. “Agar perkara selesai, segala tergantung kehendak Danurejo IV. Barang siapa yang menyerahkan uang atau barang atau khususnya perempuan cantik dialah pemenang perkara,” itulah sedikit penggalan dari Joyodiningrat.

Dalam pengadilan di era Danurejo IV, pihak yang tak terima vonis hakim akan dijatuhkan hukuman lebih berat. Bermacam fitnah diutarakan demi memenangkan orang yang telah memberikan suap pada Danurejo IV. Tak hanya itu, pihak oposisi dianggap Danurejo IV telah memelihara rampok dan saksi-saksi mahir dalam merekayasa bukti. Pada akhirnya, Danurejo berhasil memenangkan sidang dan membuat lawannya dihukum ataupun didenda.

Perjalanan korupsi di Indonesia juga tak lepas dari usaha pemberantasannya. Dalam catatan sejarah, Herman Willem Daendels merupakan salah satu orang yang berusaha menghilangkan praktik korup di Hindia Belanda. Ia datang ke Indonesia atas perintah Raja Louis Napoleon dari Prancis yang tergabung dalam pasukan Belanda. Daendels sendiri bertugas memberantas warisan korupsi dari Perusahaan Belanda Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang bangkrut karena korupsi pula.

Di Indonesia, Daendels menjabat sebagai Gubernur Jendral Jawa selama tiga tahun (1808-1811). Walau terhitung singkat, Ia berhasil membuat perubahan, salah satunya di bidang infrastruktur. Peninggalan Deandels yang terkenal sampai saat ini adalah Jalan Raya Pos yang menghubungkan ujung barat (Anyer) hingga timur Jawa (Panarukan). Dengan sistem kerja paksa (rodi), jalan raya ini memakan korban tewas hingga lima belas ribu orang.

Tak hanya infrastruktur, Daendels juga membangun sistem pemerintahan yang tujuannya mengurangi praktik korup. Ia menjadikan Batavia sebagai pusat pemerintahan di Jawa. Dari sini, gubernur daerah terpaksa mengurangi kekuasaannya dan mengalihkan keputusan lewat pemerintah pusat.

Petikan sejarah di atas merupakan salah satu bagian dalam buku Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia. Buku ini bercerita tentang sejarah korupsi di Indonesia dari zaman kerajaan hingga era reformasi 1998. Ditulis oleh Peter Carey dibantu oleh wartawan senior Kompas Suhardiyoto Haryadi, buku berbentuk persegi ini ingin memberikan semangat memberantas korupsi bagi bangsa Indonesia.

Tampilan muka buku berupa lukisan Pangeran Diponegoro yang sedang menampar Danurejo IV yang korup. Gambar itu diambil dari Perpusatakaan Universitas Leiden, Belanda. Sedangkan sampul belakang berisi lukisan Raden Saleh yang menggambarkan korban banjir bandang akibat hujan besar di Banyumas pada 21 dan 22 Februari 1861.

Berisi empat bab, buku ini menceritakan perjalanan korupsi dari waktu ke waktu. Sumber buku juga disertakan secara detail, catatan belakang, dan daftar pustaka menjadi akhir masing-masing bab. Kelengkapan data yang disajikan membuat tulisan yang dirangkai terasa detail tanpa menyisakan tanya bagi pembacanya.

Eko Ramdani

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mahasiswa Keluhkan Kompetensi Dosen
Next post Pentingnya Memelihara Kesehatan Jiwa