Read Time:1 Minute, 51 Second
Dua ratus orang jurnalisyang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, dan Pers Mahasiswa (Persma) kembali turun aksi dalam memperingati Hari Buruh Internasional 2019 di Monumen Nasional (Monas), Rabu, 01 Mei. Mereka menuntut untuk menghentikan kekerasan terhadap jurnalis, menghentikan kekerasan terhadap kebebasan pers dan antisipasi terhadap turbulensi industri media.
Tidak hanya itu, Dengan mengenakan baju berwarna hitam, peserta aksi berjalan dari Gedung Dewan Pers menuju titik kumpul di Monas. Peserta aksi membawa beberapa atribut berupa kentongan, serta bendera kuning yang merupakan simbol matinya akal sehat kampus terhadap kebebasan berekspresi.
Jackson Simanjuntak, sebagai juru bicara aksi mengatakan ia dan rekan-rekannya resah melihat kekerasan terhadap kebebasan pers belakangan ini. Salah satunya adalah pemberedelan rektor terhadap Persma di Universitas Sumatera Utara (USU). Menurutnya, kebebasan pers menjadi perhatian banyak pihak dalam kasus perihal. “Pers kampus bukan perpanjangan tangan pihak rektorat, karena mereka hadir untuk mengisi ruang-ruang literasi di kalangan mahasiswa,” ucapnya dalam berorasi, Rabu,(1/5).
Tak hanya itu, salah satu peserta aksi memperingati Hari Buruh Internasional, Moh. Yamin menyebutkan, kasus yang dihadapi oleh Persma Suara USU mencederai demokrasi. Kasus ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Pers tentang kebebasan untuk berekpresi. “Ada penyelewengan yang dilakukan rektor dan bisa dikategorikan sebagai perbuatan anti demokrasi,” ucapnya, Kamis, (2/5).
Senada dengan Yamin, Faisal Bahrun, sekertaris Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Didaktika mengatakan bahwa kasus yang dihadapi oleh Persma Suara USU harus terus digaungkan. Pasalnya, memperjuangkan demokrasi yang berjalan di kampus, membutuhkan kebebasan berekspresi serta tidak ada pengekangan dan campur tangan dari pihak manapun. “Ke depannya semoga tidak terjadi lagi kejadian serupa,” ucapnya, Kamis, (2/5).
Lebih jauh, salah satu peserta aksi dari Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ), FakhriMuhammad menyebutkan alasan mengikuti aksi karena ingin menyuarakan apa yang menghambat Persma dalam melakukan kerja jurnalistik. “Intervensi birokrat kampus, regulasi yang kontraproduktif adalah ancaman untuk kerja jurnalistik di Persma,” ujarnya, Rabu, (1/5).
Selain tuntutan terhadap kebebasan berekspresi dalam kerja jurnalistik, Jackson juga menambahkan, supaya semua jurnalis terus meningkatkan kemampuan. Tantangan turbulensi industri media yang mempekerjakan satu orang untuk melakukan multitasking dalam kerja jurnalistik harus diantisipasi. “Kita tidak perlu takut dengan efisiensi yang dilakukan media selama kemampuanyang kita miliki memadai, apalagi di era disrupsi teknologi 4.0,” ucapnya.
IA
Average Rating