Media sosial membawa dampak pada perubahan perilaku sosial. Ia begitu perkasa dalam mempengaruhi keadaan psikologi penggunanya.
Kehadiran media sosial telah memicu migrasi wahana sosialisasi dari pancaindra yang aktual menuju ke dalam dunia virtual. Lahirnya raksasa teknologi seperti Google, Facebook, Twitter dan Yahoo! telah mengubah lanskap perkembangan teknologi komunikasi yang merevolusi dimensi sosiokultural. Media sosial, selain diciptakan untuk memudahkan penggunanya dalam berbagi informasi, ia juga memungkinkan manusia dapat mengeksplorasi dunianya lebih luas.
Lahirnya era disrupsi menggiring manusia menuju langgam komunikasi dalam arena yang baru. Saat ini, media sosial kerap menjadi pemicu lahirnya pelbagai konflik. Kenyataan ini bertolak belakang dengan imaji awal mengapa media sosial diciptakan—yang katanya dibuat untuk berbagi kebahagiaan secara virtual. Kehadiran media sosial telah mengubah cara pandang serta perilaku manusia dalam berinteraksi.
Tristan Harris begitu frustasi dengan industri teknologi masa kini. Harris adalah mantan pakar etika desain Googleyang pernah bertugas dalam divisi Google-Mail atau G-Mail. “Aku merasa frustasi dengan industri teknologi secara umum, karena kita seolah-olah tersesat.” Begitulah sepenggal pernyataan saat ia menuturkan kisahnya selama bekerja di Google.
Media sosial dianggap bertanggung jawab atas menurunnya tingkat interaksi nyata antara individu dengan individu. Untuk menggambarkan hal itu, The Social Dilemma memberikan sebuah ilustrasi tentang kehidupan sebuah keluarga yang memiliki kendala komunikasi. Barbara Gehring yang berperan sebagai Ibu mencoba berbagai cara untuk menghentikan putrinya—Isla (Sophia Hammons)—dan putranya—Ben (Skyler Gisondo)—dari kecanduan gawai.
Isla hampir tak pernah melepaskan ponsel dari tangannya di mana pun dirinya berada. Kecanduan media sosial membuatnya seperti berada dalam dunianya sendiri, seolah mengalihkan pandangan dari dunianya yang nyata. Sementara itu, Ben menjadi frustasi lantaran mantan pacarnya mengumumkan pacar baru lewat postingan di media sosial.
Segelintir ilustrasi di atas adalah contoh bagaimana media sosial memiliki power dalam mempengaruhi keadaan psikologi penggunanya. Tak sampai di situ, media sosial juga dinilai telah memberikan efek domino yang menginfiltrasi wahana percaturan politik, penggiringan opini publik, dan bertanggung jawab atas lahirnya polarisasi di masyarakat.
Meski bertipe film dokumenter, The Social Dilemma dibingkai dengan cukup ciamik dalam sajian visual sinematik. Film ini menghadirkan para narasumber yang memiliki memiliki latar belakang pekerjaan di perusahaan teknologi raksasa, seperti Google, Facebook, Twitter, Instagram, dan Pinterest. The Social Dilemmamemberikan jawaban atas segala paradoks yang bertanggung jawab di balik realitas sosial yang dunia kita hadapi saat ini.
Maulana Ali Firdaus
Average Rating