Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS), telah tegas dan sesuai dalam mencegah segala bentuk tindakan kekerasan seksual. Namun tanpa aksi dari pihak birokrasi, hal tersebut tidak bermakna. Dalam hal ini Jaringan Muda Setara menggelar Konferensi Pers yang dihadiri oleh 14 perwakilan dari berbagai universitas di Indonesia untuk memaparkan situasi kampus terkait implementasi Permendikbud PPKS.
Menurut Koordinator Jaringan Muda Setara, Eva Nurcahyani, sejak enam bulan lalu, Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 telah resmi disahkan. Menurutnya, perjuangan melawan kekerasan seksual memasuki babak baru dalam hal mengawal gerakan kampus bebas kekerasan seksual,
“perlu adanya partisipasi bermakna, tidak hanya dari elemen mahasiswa, namun juga seluruh civitas akademik,” jelas Eva, Senin (21/3).
Selain itu, Eva juga bercerita, terlambatnya pengimplementasian Permen PPKS, disebabkan pihak kampus bergerak pasif dan kurangnya keterbukaan dalam kasus pelecehan seksual. Ia mengomentari, beberapa kampus yang acuh terhadap perancangan Prosedur Operasi Standar (SOP) dalam penanganan Permen PPKS adalah hal yang sangat disayangkan,
“kita mengumpulkan seluruh hambatan dan sama-sama mencari jalan keluar,” kata Eva.
Salah satu perwakilan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Hasanuddin Banten, Anggun mengomentari, kinerja regulasi Permendikbud PPKS di kampusnya sangat lamban, dan kehadiran SOP hanyalah bentuk formalitas semata, tanpa ada aksi kelanjutannya,
“kampus kami sangat telat menanganinya,” jelasnya, Senin (21/3).
Shella yang mewakili UIN Sunan Gunung Djati Bandung berpendapat, jauh sebelum itu kampusnya telah sukses mengampanyekan kampus bebas kekerasan seksual lewat Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam Nomor 5494 Tahun 2019. Namun Shella menyayangkan, dalam tahap rancangan SOP, para perumus kurang berspektif gender,
“Satuan Tugas (Satgas) penanganan Permen PPKS yang ada di kampusnya hanya sebatas nama dengan kinerja yang kurang optimal.” tuturnya, Senin (21/3).
Senada dengannya, perwakilan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Feby juga merasakan kekecewaan yang sama, awalnya Rektor Amany Burhanuddin Umar Lubis menyambut hangat kehadiran Permendikbud PPKS pada Sabtu, 20 November 2021 lalu. Namun sampai sekarang birokrat kampus belum menindaklanjuti hal tersebut,
“SOP pernah dirancang, namun kabar pengesahannya belum terdengar sampai sekarang,” ungkap Feby, Senin (21/3).
Reporter: Silva Hafsari
Editor: Syifa Nur Layla
Average Rating