Penyelesaian kasus pencemaran lingkungan di Rusunawa Marunda berjalan alot. Janji pembuatan AMDAL dinilai tak transparan.
Jumat pagi (9/9), Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (F-MRM) melakukan audiensi di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Jakarta. Audiensi dihadiri Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Marunda, Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Jakarta Utara, PT Karya Citra Nusantara (KCN) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Audiensi tersebut membahas evaluasi berkala proses pengosongan batubara pada stockpile—tempat penumpukan batubara—PT KCN. F-MRM didampingi LBH Jakarta, menagih janji PT KCN agar segera mengosongkan stockpile yang ada di kawasan Marunda, Jakarta Utara.
Pihak F-MRM menuntut perusahaan batubara PT KCN untuk melakukan penghentian pencemaran udara. Pihaknya telah menagih tanggung jawab PT KCN atas dampak lingkungan dan kesehatan yang menimpa warga Marunda.
Menurut keterangan Koordinator Media dan Propaganda F-MRM Chepi, pada Minggu (4/9), kondisi kawasan Marunda kembali mengalami peningkatan debu batubara setelah sebelumnya sudah membaik. Peningkatan debu batubara tak hanya terjadi di rusun, tetapi juga di rumah-rumah tapak warga. Peningkatan abu batubara diduga akibat dari pengosongan stockpile atau ada pelaku usaha lainnya yang juga turut melakukan pencemaran lingkungan.
Chepi juga mengungkapkan kekecewaannya akibat aktivitas pengosongan stockpile batubara. Ia menyadari aktivitas tersebut membuat kawasan Marunda kembali digempur debu batubara. “Saat ini debu abu batubaranya cukup berkurang, entah itu faktor angin atau hujan besar semalam, saya kurang tahu,” ujar Chepi, Jumat (9/9).
Pengacara Publik LBH Jakarta Jihan Fauziah Hamdi menuturkan, PT KCN berjanji menyelesaikan proses pengosongan batubara di stockpile PT KCN. Saat ini, kata dia, tersisa 80 ribu ton batubara yang akan diselesaikan pada Oktober mendatang.
Pada audiensi tersebut, Jihan memaparkan pihak PT KCN dan KSOP Marunda, saban harinya rutin memberikan hasil secara berkala mengenai tahapan proses pengosongan batubara. Namun berdasarkan catatan LBH Jakarta dalam hasil pengawasannya, tak ada analisis mendalam terkait kualitas udara di Marunda setelah izin lingkungan dicabut dan selama proses pengosongan berjalan.
Jihan juga mengomentari pembuatan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Selain itu, lanjutnya, proses penyelesaian kasus pun cenderung lamban serta tidak adanya transparansi terkait data lingkungan Marunda. “Kami sangat menyayangkan pihak Sudin LH dan DLH, tidak menyediakan data itu,” ungkapnya, Jumat (9/9).
Dalam audiensi tertutup itu, PT KCN juga memaparkan bahwa pihaknya tengah melakukan proses izin AMDAL yang baru. Permohonan izin lingkungan sudah dilayangkan oleh pihak PT KCN kepada Dinas Lingkungan Hidup dan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tetapi setelah LBH Jakarta berupaya untuk melakukan konfirmasi dengan pihak DLH, belum ada permohonan untuk membentuk izin lingkungan yang baru. “Katanya (pihak PT KCN) sudah membuat perizinan dan sedang ada proses internal dengan pihak KBN,” ujar Jihan.
Pada 6 Juli lalu, Sudin LH berkomitmen untuk menyerahkan dokumen lingkungan hidup, namun sampai hari ini LBH Jakarta belum mendapatkannya. Menurut Jihan, hal tersebut telah melanggar hak atas informasi, hak atas partisipasi, dan keterbukaan terkait dokumen lingkungan hidup kepada warga. “Kami akan meminta lagi dokumen lingkungan hidup itu secara langsung pada audiensi berikutnya,” pungkasnya.
Reporter: Anggita Raissa Amini
Editor: Syifa Nur Layla
Average Rating