Aniaya di Balik Perploncoan Kampus

Aniaya di Balik Perploncoan Kampus

Read Time:2 Minute, 0 Second

Aniaya di Balik Perploncoan Kampus

Perploncoan yang diwarnai tindak penganiayaan telah menyasar Irsan. Ia harus merenggang nyawa akibat insiden tersebut.

Kegiatan perploncoan di perguruan tinggi kembali memakan korban. Kali ini menimpa salah seorang mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone, Irsan Amir (19), yang tewas pada Selasa silam (16/3) usai mengikuti plonco Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Mappesompae IAIN Bone. Menurut laporan Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Bone, Irsan diduga menjadi korban pengeroyokan, karena terdapat luka lebam, memar, dan bengkak di sekujur tubuhnya. Sejumlah 16 orang pun telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut.

Panitia Mapala Mappesompae, Asmar menerangkan, kegiatan pengkaderan Mapala itu dimulai dengan tahap seleksi, tes fisik dan kesehatan, latihan fisik, kemudian materi indoor dan outdoor. Materi indoor memakan waktu hampir sebulan, sedangkan materi outdoor selama delapan hari. Adapun bentuk materioutdoor, kata Amar, berupa melewati jalur ekstrem, panjat tebing, susur gua, dan praktek navigasi serta bertahan hidup. Nahas, Irsan menghembuskan nafas terakhir usai tiga hari dinyatakan lulus materi outdoor, ”Kami memohon maaf atas peristiwa yang menimpa almarhum,” ucapnya, Jumat pagi (26/3).

Menurut Pakar Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Jejen Musfah, konsep pengenalan akademik dengan memberikan latihan fisik yang tidak diimbangi pengetahuan adalah pemikiran yang sesat. Latihan fisik, kata dia, boleh diterapkan, asal tidak dalam bentuk hukuman atau makian. Selain itu, ia juga menyoroti kurangnya pengawasan dari pihak yang terlibat, misal kampus, mulai dari sebelum hingga pelaksanaan kegiatan, ”Kampus harus bertindak tegas dengan menerbitkan regulasi tentang plonco,” ujar Jejen, Minggu (21/3).

Selain itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadja menjelaskan, jika perploncoan kampus disertai penganiayaan hingga tewas baik sengaja atau kelalaian, akan dijerat pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang, serta pasal 388 KUHP tentang Penganiayaan. Tindakan seperti memukul dan menyuruh dalam keadaan abnormal, tutur Fickar, sudah bisa masuk ke tindak pidana penganiayaan ringan, “(Tindakan) itu dapat diproses hukum,” katanya pada Selasa malam (23/3).

Koordinator Amnesty International UIN Jakarta, Ervan Fauzan ikut menyayangkan insiden tersebut. Ia menilai, melatih pendidikan mental dengan cara memaki dan menyiksa adalah pemikiran cacat yang harus dihentikan. Bagi Ervan, kegiatan itu tak lebih dari sekadar media untuk memuaskan ego para senior.

Ervan lanjut mengatakan, selain regulasi, juga perlu ada perubahan pada diri sendiri terkait mental perundungan yang harus dihilangkan. Dengan begitu, kekerasan akan menghilang dari dunia pendidikan. “Ini membuktikan bahwa dunia pendidikan belum aman,” pungkas Ervan kepada Institut, Kamis (24/3).

Syifa Nur Layla

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Usai Divaksin, Apa Kata Dosen? Previous post Usai Divaksin, Apa Kata Dosen?
Krisis Critical Thinking Penghambat Vaksinasi Next post Krisis Critical Thinking Penghambat Vaksinasi