Judul : Jalan-Jalan di Palestina, Catatan atas Negeri yang Menghilang
Pengarang : Raja Shehadeh
Penerbit: Gramedia,
Tahun : 2008
Tebal : 236 Halaman
ISBN : 978-979-22-3878-5
Penerjemah : Yulia Safitri
Di akhir tahun 1970-an, keadaan Kota Ramallah, Palestina, masih begitu indah, tidak ada yang menyangka jika dibandingkan dengan masa sekarang. Dulu, sebelum negeri ini banyak berubah, keadaan perbukitan sangatlah elok, dikelilingi dengan pohon zaitun yang subur serta berbagai macam bunga khas daerah sana. Sehingga orang yang berada di sekitar bukit bisa merasa nyaman.
Pemandangan indah alam Palestina bak surga dunia, sangat cocok bagi orang-orang yang memiliki hobi jalan-jalan. Terlebih bagi mereka yang ingin pergi ke bukit untuk melepaskan diri sejenak dari masalahnya, masyarakat Palestina menyebutnya dengan sarha. Orang yang telah bersarha akan kembali dengan kondisi pikiran yang lebih segar.
Namun, bagi yang hidup di masa sekarang, akan lebih mengenal Palestina dengan kondisi yang buruk. Ketakutan, pertumpahan darah serta hukuman telah mengotori sisi keindahan Palestina yang sebenarnya.
Melalui buku berjudul Jalan-Jalan di Palestina, Raja Sahedah menceritakan kisah nyata perjuangannya di Palestina. Raja Shehadeh sebagai penulis, ingin menuntun pembacanya turut serta dalam pengalamannya hidup di Palestina saat kondisi belum memburuk. Profesinya sebagai pengacara, membuat ia sering dipercaya untuk mengurusi sengketa tanah antara warga Palestina dengan Israel.
Israel mulai membangun pemukiman-pemukiman di wilayah perbukitan Palestina, yang sangat strategis. Bahkan di sebuah iklan pemukiman, orang Israel menyebutkan keindahan alam yang bisa dinikmati. Mulai dari pemandangan laut dan pantainya, kemudian pegunungan, dan hijaunya pohon-pohon zaitun. Padahal selama ini masyarakat Palestinalah yang merawat alam, sehingga panorama ini menjadi indah. Tapi kini mereka dipaksa meninggalkan negerinya.
Salah satu bab dalam buku itu yang berjudul Kasus Albina, lebih gamblang menceritakan proses pencaplokan tanah milik orang-orang Palestina. Raja Shehadeh diminta untuk mengurus kasus sengketa tanah milik Francois Albina. Tanah tersebut lokasinya tepat di samping pemukiman orang-orang Israel.
Lalu orang-orang Israel mengatakan, tanah tersebut milik umum dan Francois Albina adalah warga pemangkir. Kemudian, Raja Shehadeh bisa memperjuangkan kasus tersebut di pengadilan, hingga akhirnya hak kepemilikan tanah diberikan pada Francois Albina.
Raja Shehadeh juga banyak mengurus kasus sengketa tanah lainnya. Ia dan kliennya sering dihubungi oleh pihak pengadilan, berhenti mengurus kasus sengketa tanah dan langsung menjualnya ke orang Israel.
Karena menurut kepala pengadilan percuma saja memperjuangkan hal itu, nantinya tanah tersebut akan diberikan juga kepada Israel. Seperti yang dikatakan oleh Ariel Sharon (1980), menteri pertahanan dari kubu Israel, “Kami akan membuat peta yang sama sekali baru, sehingga kami mustahil untuk diabaikan.”
Perjuangan Raja Shehadeh memang tidak banyak membawa perubahan pada kondisi di Palestina. Dalam pengadilan pun ia tidak pernah mutlak menang, tapi ia tidak menyerah begitu saja dengan sikap keseweang-wenangan Israel. Ia hanya mampu memperjuangkan agar Israel tidak terus melebarkan wilayahnya. Selain merampas hak Palestina, Israel telah merusak alam karena mengubah perbukitan yang elok dengan membuat jalan layang.
Untuk menghadapi Israel cara termudah adalah menghindar. Mungkin dengan meninggalkan Palestina begitu saja dan memulai kehidupan baru di wilayah lain. Tapi tidak dengan Raja Shehadeh dan para penduduk lain yang masih memilih menetap.
Karena jika mereka meninggalkan Palestina begitu saja, artinya mereka telah memberikan seluruh wilayah Palestina kepada Israel. Raja Shehadeh pun berharap masih ada kemenangan untuk Palestina. Selain mengupayakan melalui jalur hukum, dengan menulis juga Raja Shehadeh telah mengabarkan kepada generasi selanjutnya tentang perjuangannya bersama rakyat Palestina.
Buku setebal 236 halaman yang dibagi dalam enam bab, telah memberikan pandangan lain tentang ciri fisik Palestina yang pernah indah. Kekuatan utamanya adalah dengan model penulisan paragraf-paragraf deskriptif yang mendominasi isi buku. Sehingga pembaca yang suka berimaginasi buku ini sangat cocok.
Karya Raja Shehadeh ini, juga menjadi Pemenang Orwell Prize 2008. Profesi Raja Shehadeh sebagai pengacara pada banyak kasus sengketa tanah di Palestina, membuat pembaca buku ini dapat terbawa emosi seperti yang dirasakan Raja Shehadeh.(Dewi Maryam)
Average Rating